Senin, 29 September 2014

AKU dan LELAKI AKHIR JAMANKU

ilustrasi: ayamlepaas.net
Kupandangi wajahnya lekat. Kuamati setiap detil lekuknya. Begitu banyak garis keras kehidupan terpatri di sana. Kualihkan pandangku ke tangan kokohnya. Tangan yang setia merengkuhku di kala duka dan bahagia. Gurat otot miliknya, sangat kusuka. Penanda ia lelaki sejati. Seringkali, diam-diam kupandangi tangan itu, kala menari indah di atas tuts keyboard, terkadang beralih ke tetikus mungil di sampingnya. 

Gerakan tiba-tiba kala menggeliat seraya merubah posisi tidurnya, sempat membuat gelagapan. Khawatir lelaki itu terbangun dan memandang aneh ke arahku. Syukurlah, dengkur pelannya penanda tidur kian pulas terbuai alam mimpi, kiranya.

"Duhai lelakiku...betapa keras kehidupan telah menempamu menjadi pribadi tangguh. Di tangan kokohmu, kupercayakan hidupku dan buah hati kita. Bimbing dan bawa kami ke surga bersama, selamanya...", batinku lirih.

Kusadari, betapa kehidupan kini tak seperti dulu. Berat, namun kaki harus terus melangkah, menuju ujung kehidupan kelak nan penuh misteri. 
-------------
Episode kesekian dari sebuah pernikahan baru kulalui. Kesulitan ekonomi yang melilit, sempat membuatku limbung sesaat. Menggapai tanpa pegangan, bak tenggelam di tengah gelombang ganas lautan. Hingga setitik sinar itu akhirnya datang jua.

"Ini adalah pertanda akhir jaman dan suamimu hidup di akhir jaman. Kamu harusnya bersyukur memiliki suami idaman, setia, bersedia membantumu mengerjakan pekerjaan rumahtangga, perhatian kepada anak, walaupun satu kekurangannya, tidak memiliki pekerjaan tetap. Namun, yakinlah, rejeki itu datangnya dari Allah! Berapa banyak perempuan sukses di luar sana, yang begitu mendamba memiliki suami seperti lelaki yang kini menjadi ayah anakmu? Bersyukurlah! Jangan terus mengeluhkan dan bukan hakmu menggugatNya!"

Sejumput nasehat ditujukan padaku, kala asa telah sampai batas.  

Ya! Suamiku adalah lelaki akhir jaman, yang harus berjuang lebih keras bukan hanya dengan sesama lelaki, namun juga dengan kaumku yang kian merambah lahan perjuangan mereka.

Lihatlah! Betapa kini para perempuan terpaksa atau bahkan memaksakan diri, memenuhi area publik, hanya untuk berebut rejeki dengan para lelaki. Berbagai isue feminisme, kesetaraan gender dan teman-temannya, telah membangkitkan aura persaingan tak sehat antara lelaki dan perempuan.

Pemilik usaha tentu memilih kaum lemah tanpa perlawanan yang bisa digaji lebih rendah, jarang melakukan tuntutan kecuali untuk cuti melahirkan dan cuti datang bulan, kaum yang lebih tekun dan teliti melakukan setiap detil pekerjaan.

Sementara, para lelaki terdepak dari ajang pencarian kerja. Padahal mereka harus menghidupi anak, bini dan para perempuan di sekelilingnya. Betapa merana. Lahan yang sempit, semakin sempit. Kue yang sedikit, menambah kecil kesempatan untuk memiliki.
-------------

Lelaki akhir jaman... Nasibmu kini semakin tersingkirkan...
Jadi wajarlah, jika akupun diminta untuk bersabar dan bersyukur atas karuniaNya yang telah kuterima, tanpa syarat apapun... Ya, tanpa syarat apapun, kecuali do'a untuk terus mendukung perjuangan para lelakiku semata...
-------------

RaDal, 290914 (01'16)

Baca juga: 
Ini dan ini...






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

voa-islam.com Headline Animator